Kuala Lumpur 3 : Batu Caves, KL Heritage Station, Central Market & Dataran Merdeka Tour

Hmm.... Kjeldsens :)
Hari kedua diawali dengan sarapan nasi lemak dan kari ayam kiriman Anita, dan ayam pandan (hasil ‘take away’ semalam). Ayam pandan semalem dengan suksesnya jadi penyeimbang kari ayam yang pedes. Hmmm... bener-bener sarapan yang cukup lezat dan mengenyangkan. Ditutup dengan biskuit Kjeldsens yang kita beli di KLCC dan secangkir kopi instan hangat. Lengkap sudah persiapan kami untuk jalan-jalan hari ini.
Tujuan kami pagi ini adalah Batu Caves, yang merupakan tempat ibadah umat Hindu di Malaysia. Terletak di distrik Gombak, Selangor, 13-15 km utara Kuala Lumpur, tempat ibadah ibadah yang setiap tahun sekali (biasanya di Bulan Februari) diadakan Festival Thaipusam ini merupakan salah satu obyek wisata yang sering dikunjungi turis lokal  maupun asing.

With KTM Komuter to Batu Caves
Suasana perjalanan ke Batu Caves di KTM Komuter

Dari Sarang Galloway, kami berjalan ke Stasiun Hang Tuah untuk naik monorail ke KL Sentral. Harga token cukup 2 RM seorang. Dari sana kemudian nyambung pakai KTM Komuter menuju ke Batu Caves. Dari KL Sentral sampai Batu Caves juga cukup 2 RM saja. Bagi saya, transportasi massa ini bentuknya seperti monorail namun untuk kelas ekonominya; sama bersih dan dinginnya, tapi lebih sederhana dan sedikit lebih 'buram' dibanding monorail :D KTM ini banyak digunakan oleh para penglaju dari daerah luar kota untuk menuju KL.
Penduduk asli yang nyaris nyasar :D
Namun ternyata sarana transportasi di Kuala Lumpur baru-baru saja berkembang dengan teknologi yang cukup baru. Kami sempat bertemu keluarga (orang tua dengan 3 anak) asli Malaysia, yang sudah 5 tahun tinggal di Amerika. Dan ternyata mereka sama sekali buta dengan peta transportasi di KL. Menurut mereka, dalam 5 tahun, pembangunan sarana transportasi umumnya sangat pesat. Mereka takjub dengan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat digunakan. Namun ini juga sekaligus menimbulkan rasa ragu dan takut salah jurusan dalam menaikinya :) Untunglah, berbekal peta dari Christina, kami, yang juga sedang menuju Batu Caves, berhasil meyakinkan bahwa mereka tidak salah arah. Saat melewati Stasiun Kuala Lumpur (Old Station), kami menunjukkan bahwa kereta benar berada di lajur yang bertuliskan 'Batu Caves". Hmmm… Ada juga ya, turis Indonesia di malah nunjukin rute kereta api di Kuala Lumpur pada penduduk asli Kuala Lumpur. Bangga gak tuh :D hahaha…...
KTM Komuter pagi itu
Perjalanan menuju Batu Caves memakan waktu cukup lama, sekitar 40-50 menit. Dari KL Sentral, kita harus melewati 7 stasiun terlebih dahulu baru sampai di Batu Caves. Namun ini sepadan dengan keindahan yang kita temukan setelah itu. Keluar dari stasiun Batu Caves, kita akan langsung melihat tebing batu tinggi berwarna abu-abu kehitaman dimana puncaknya tertutup lumut dan rimbunnya pepohonan. Kita dapat memasuki lokasi wisata Batu Caves dari pintu samping yang terletak persis di depan pintu stasiun Batu Caves. Pintu ini lumayan sepi dan hanya sedikit terlihat penjual suvenir, sehingga kita lebih tenang memasuki lokasi wisata ini. Dan untuk sekedar masuk ke lokasi wisata Batu Caves, kami tidak dipungut bayaran, alias gratissss...... :)
Di depan Patung Hanuman
Saat memasuki lokasi wisata Batu Caves, jika kita menoleh ke arah kiri belakang, akan langsung terlihat patung besar (+ 15m) Hanoman berwarna hijau (kera mulia, ajudan Dewa Rama, di Jawa biasanya digambarkan berwarna putih) dan kuil pemujaan khusus untuknya, terletak dibelakangnya. Sekitar 2 meter dari situ, di hadapan kita terdapat semacam pendapa yang di atapnya terdapat 2 buah stupa berwarna keemasan. Sepertinya pendapa ini biasa digunakan untuk upacara-upacara ibadah, termasuk juga untuk pernikahan. Saat kami datang, ada yang baru selesai melangsungkan pernikahan. Upacara sepertinya diselenggarakan di pendapa yang saya sebutkan di atas, kemudian pestanya (yang sepertinya hanya mengundang keluarga besar mempelai) diadakan di tenda besar yang didirikan di seberang pendapa.
Ada yang pemandangan lucu di pesta pernikahan itu. Pesta tersebut bagi saya lebih tepat disebut piknik keluarga. Pertama, karena tenda yang digunakan lebih menyerupai tenda yang sering digunakan di pameran atau bazaar. Dan kedua, karena meja prasmanan untuk para tamu undangan (yang lebih disebut keluarga besar), justru penuh dengan panci masakan, kemudian termos-termos minuman dan mereka semua makan menggunakan piring-gelas dan sendok-garpu dispossable alias plastik sekali pakai. Namun jika dipikir-pikir, mungkin mereka hanya lebih mengedepankan aspek kepraktisan saja. Bersih, cepat dan tidak perlu repot mencuci piring setelah pesta. Bahkan jika dilihat dari perabotannya, makanan tersebut bukan berasal dari 'catering', melainkan dari keluarga sendiri. Saat kami datang, sebagian dari mereka masih asyik makan dan ngobrol dalam ‘tenda piknik warna-warni’, namun sebagian lagi, mungkin sudah selesai makan, justru sibuk berfoto kesana-kemari.
Plataran di depan Patung Murugan
Melewati pendapa upacara dan ‘tenda piknik’ tersebut, sampailah pada plataran utama obyek wisata Batu Caves. Dan di depan kami, menjulang jauh lebih tinggi dari patung Hanoman sebelumnya, berlatar belakang tebing batu, patung Murugan berwarna keemasan berdiri tegak dengan anggunnya; bersebelahan dengan deretan 272 anak tangga menuju gua persembahan. Menurut informasi, pada Perayaan  Thaipusam, umat Hindu (umumnya Bangsa Tamil) dari berbagai penjuru dunia, Malaysia khususnya, berkumpul di sini untuk menghormati Dewa Murugan atau Dewa Subramaniam yang merupakan dewa perang dan pelindung Kaum Tamil. Mereka juga sekaligus menunaikan nadzar kepada Dewa Murugan sebagai bentuk rasa syukur karena telah mengabulkan hajat /keinginannya. Untuk naik hingga ke kuil utama juga tidak sembarang waktu. Karena ada waktu-waktu khusus kuil tertutup untuk umum, kecuali bagi mereka yang akan beribadah.
Menyadari bahwa gua persembahan di puncak tebing itu lebih kepada fungsi ibadah dan persembahan agama Hindu, kami putuskan untuk tidak naik ke atas. Bukan saja karena malas berolah raga di  teriknya matahari pagi itu, namun juga kami mendapat info bahwa dalam gua di atas sana terdapat banyak sekali kotoran kelelawar yang menyebabkan gua menjadi lembab dan berbau tidak enak. Kami juga merasa agak kurang etis jika kita terlalu mengeksploitasi tempat ibadah dan mengganggu kegiatan peribadatan agama lain, kita juga tak  ingin diganggu jika sedang beribadah bukan ??? Akhirnya kami hanya mengambil beberapa gambar di plataran patung Murugan yang penuh dengan burung merpati.
Penumpang KTM Komuter
Berpose sejenak setelah turun dari KTM Komuter
Ketika kembali, kami memutuskan untuk turun di stasiun Kuala Lumpur. Karena menurut peta, stasiun ini lebih dekat ke arah Central Market. Begitu kami turun di peron, kami tiba-tiba merasa seakan terdampar di masa lampau; kaya Harry Potter waktu pertama kali masuk platform 9¾ di Stasiun King's Cross itu... (hehehe). Peron tersebut sangat besar dan ‘jadul’ banget. Yah mungkin platformnya tidak sebanyak di stasiun kota, tapi setidaknya hampir sama tuanya. Yang membedakan hanyalah kebersihan dan ke-tertata-annya. Yang benar-benar membuat stasiun ini terasa sangat 'jadul' adalah ke-lengang-annya. Tidak terlalu banyak penumpang yang turun di stasiun ini, dan tidak nampak pedagang kaki lima yang biasanya banyak berjualan di peron-peron stasiun di Indonesia. Sepi dan sangat lengang, sehingga sehingga kamipun leluasa mengambil gambar disana.
Peron yang lengang bak tak berpenghuni
Setelah mengambil beberapa gambar di peron yang lengang tersebut, kami berniat keluar dan mencari Kuala Lumpur Heritage Station sebelum menuju Central Market. Dan kembali menurut peta yang kami baca, letaknya berdekatan / bersebelahan dengan stasiun dimana kami turun saat itu. Namun kami tak dapat menemukan siapapun yang bisa ditanya. Petugas loket hanya menunjukkan kita arah menuju jalan keluar ke jalan besar. Hingga setelah beberapa saat berjalan, kami justru menemukan bangunan seperti peron yang sudah jarang / tidak terpakai lagi. Suasana sangat sepi, dan kami sama sekali tak menemukan penumpang lain di peron tersebut. Bahkan para penumpang yang tadi turun dari kereta yang sama, kami tak melihat kemana arah mereka pergi / keluar. Kami pun mulai merasa “creepy-creepy”, dan segera berusaha keluar dari tempat tersebut. Berkat seorang wanita pembersih toilet dan mushalla di situ, kami akhirnya berhasil menemukan jalan keluar.
Belakangan setelah sampai di rumah, karena penasaran kami kembali ‘browsing’ tentang Kuala Lumpur Heritage Station. Dan ternyataaaaa………. Peron yang sepi, lengang dan terlihat sangat kuno itu sudah bagian dari bangunan bersejarah tersebut. Hanya saja kita tidak menemukan jalan keluar melalui pintu utamanya, melainkan ke arah  jalan raya, yang tidak sengaja justru malah menjauhi pintu utamanya…. Hiksss….
Buru-buru kami meninggalkan tempat tersebut dan mencari tujuan berikutnya, Central Market. Namun menyusuri jalan yang sama sekali belum kami kenal siang itu tidaklah mudah. Panas yang menyengat dan minimnya tanda-tanda petunjuk arah yang biasanya banyak kami temui, membuat kami harus berulangkali bertanya. Untung tak lama setelah itu, kami berhasil menemukannya, buru-buru kami mencari makan di sekitar lokasi. Keburu laparrrrr…. :)
Lorong Samping Central Market
Sebelum mulai menjelajahi Central Market, kami mengisi perut di Warung Nasi Kandar (kayak Warung Nasi Padang, kalo di Indonesia) di lorong sebelah Central Market. Awalnya karena lapar kami berencana memesan masing-masing, tetapi karena ini kali pertama kami mencoba menu ‘nasi kandar’ yang sepertinya didominasi menu India, Timur Tengah dan Melayu (berbumbu kuat, sedikit manis dan ‘wangi’), akhirnya kami memutuskan untuk memesan 1 piring dulu untuk berdua. Jadi kalo tidak terlalu suka atau tidak enak (pikir kami), gak mubazir jadinya :D Dan untungggggg…..banget, keputusan itu tepat sekali, karena bukan cuma porsinya yang lumayan gede, harganya juga ikutan ‘lumayan gede’ :)) mungkin karena lokasinya yang dekat dengan Central Market, yang banyak didatangi turis, jadi (biasalah….) ikutan jadi mahal juga :D
Di Central Market, mulailah perburuan kami akan cinderamata alias suvenir. Ya karena menurut informasi yang kami terima, jika ingin membeli tapi tidak mau terlalu repot menawar seperti di Petaling Street, ya di Central Market inilah tempatnya. Barangnya cukup bervariasi, kualitas cukup bagus dan harga tidak perlu terlalu bingung sejauh mana harus menawar karena kebanyakan disini barang-barang dipatok harga (hampir) pas. Kami berkeliling dahulu melihat-lihat dari ujung depan hingga ke belakang dan ke sisi kanan-kiri, termasuk di beberapa tempat di lantai 2, sembari survei harga dan jenis suvenir yang akan dibeli.
Pintu Masuk Central Market
Central Market sejak tahun 1980, dirombak fungsinya oleh Pemerintah Malaysia, dari ‘pasar basah’ menjadi pusat kerajinan dan seni. Sebuah tempat yang kemudian menjadi ajang bagi seniman lokal untuk memperlihatkan hasil-hasil karya seni terbaru mereka. Sehingga banyak sekali jenis dan macam kerajinan yang ditawarkan disini dengan berbagai variasi harga. Namun karena Indonesia dan Malaysia adalah negara serumpun, cukup sulit mencari suvenir yang benar-benar ‘khas’ Malaysia (terutama Kuala Lumpur).
Kebanyakan barang kerajinan Malaysia tidak dapat dibedakan dengan kerajinan Indonesia. Bahkan tak jarang saya merasa seperti di Indonesia. Karena di beberapa toko / kios, barang-barang yang dijual ‘bener-bener Indonesia banget’, seperti aneka bentuk dan motif batik, dompet-tas kulit, kerajinan kayu, perca, perak, patung, lukisan, bahkan barang antik. Serasa di Malioboro Jogja deh, pikir saya :D hahahahaha……
Suvenir Magnet Kulkas
Tak lama muter-muter, kamipun akhirnya membeli beberapa gantungan kunci, magnet kulkas dan coklat Berryl’s sebagai oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Untuk gantungan kunci dan magnet kulkas kami sengaja tidak memilih obyek yang ‘umum’ seperti Petronas Twin Tower dan KL Tower. Bentuk-bentuk rumah adat menjadi salah satu pilihan kami.
Tapi ‘coklat’ ? Ya, ‘coklat’ termasuk oleh-oleh yang kami cari. Mengapa ? Indonesia memang merupakan penghasil kakao terbesar nomor 3 di dunia. Bahkan beberapa produk coklat lokal sudah di ekspor ke luar negeri, seperti Monggo & Roso (Jogja), Soklat Inyong (Purwokerto), Suoklat (Surabaya) & Magic Chocolate (Bali). Tetapi menurut informasi yang kami dapat, Malaysia memiliki produk coklat yang juga cukup terkenal. Namanya Coklat Beryl's. Coklat Beryl’s memiliki berbagai jenis dan varian produk coklat, bahkan diantaranya ada yang rasa tongkat ali !!! Hanya saja, rasa ini tidak kami beli :p
Galeri 1
Galeri 2
Dari Central Market kami lewat belakang, kemudian menyusuri Lebuh Pasar Besar, melewati Museum Textil Negara menuju ke Merdeka Square. Ketemu Restoran Warisan, namun kami lewati dan lebih memilih melihat-lihat Kuala Lumpur City Gallery (KLCG), karena kayanya duit buat bayar makanannya bakal harus minta ‘warisan orang tua’ dulu juga :D Dan ternyata keputusan kami tepat karena di KLCG justru banyak yang dapat dilihat. Mulai dari sejarah Malaysia, khususnya Kuala Lumpur, hingga aneka kerajinan kayu yang berbentuk disain miniatur dari bangunan khas berbagai negara di dunia, terutama dari sisi arsitekturnya. Mulai dari miniatur bangunan Abdul Samad Building, Twin Tower dan KL Tower di Kuala Lumpur, Patung Singa Merlion-nya Singapura, Big Ben London,  hingga Burj al-Dubai di UEA. Sayang sekali, sampai mata perih saya tidak menemukan bangunan khas dari Indonesia :( Mudah-mudahan bukan karena tidak ada tapi karena barusan habis diborong turis Indonesia sebelum kita *ngarepbanget.com*  :)
Bangunan bergaris-garis di antara 2 gedung tinggi adalah Museum Tekstil
Dari Kuala Lumpur City Gallery, kita berjalan menuju ‘alun-alun’ alias Dataran Merdeka (Merdeka Square). Dari situ kami sempat melihat tayangan ulang pertandingan Piala Eropa Jerman vs Belanda, sambil lesehan di rumput, beristirahat di bawah sebuah tenda yang sepertinya selesai digunakan untuk suatu acara. Tak berapa lama, kami lanjutkan kegiatan.
Sultan Abdul Samad Building
Ada beberapa obyek tujuan kami, salah satunya adalah Abdul Samad Building. Bangunan ini merupakan bangunan bersejarah bagi Kuala Lumpur, karena di tempat itulah Bendera Union Jack (Inggris) diturunkan dan diganti dengan Bendera Federasi Malaya. Dari situ terlihat pula KL Tower dan ujung Petronas Twin Tower, sehingga lokasi ini menjadi favorit turis, karena dari satu lokasi kita bisa mendapatkan beberapa obyek khas KL.