Kuala Lumpur 2 : KL Sentral, Sarang Galloway, Pavillion Skybridge, KLCC & Masjid Jamek

The Crowded KL Sentral & The Comfy Sarang Galloway
Perjalanan kami menggunakan skybus berakhir di Kuala Lumpur Sentral Terminal, atau biasa disebut dengan KL Sentral. Terminal ini merupakan sebuah pusat bagi beberapa moda transportasi yang terintegrasi. Mulai dari Skybus dan Aerobus dari KLIA (Kuala Lumpur International Airport) maupun LCCT (Low Cost Carrier Terminal), Monorail, KTM KomuterRapidKL dan aneka taxi. Tidak heran terminal ini sangatlah ramai dan selalu penuh calon penumpang. Berderet kios penjual pakaian, asesoris, sepatu, tas, gerai makanan–minuman serta ATM turut melengkapi fasilitas terminal. KL Sentral ini sepintas mengingatkan saya pada ITC dan Terminal Blok M atau Lebak Bulus :D :P
Sesuai petunjuk pengelola penginapan dimana kami akan tinggal, kami tidak mengambil taxi di sekitar tempat kami turun, walaupun banyak supir taxi yang mangkal di situ. Menurut informasi yang kami dapat, para pengemudi taxi di areal penumpang skybus turun seringkali menaikkan harga hingga 2–3 x lipat harga seharusnya. Kami naik ke lantai dasar (tempat pemberhentian bis berada di lantai basement) mencari loket penjualan tiket taxi dengan harga yang lebih masuk akal. Di tengah jalan kami melihat sebuah kedai burger waralaba dan teringat bahwa dari bangun pagi tadi kami hanya makan beberapa potong roti dan berbagi secangkir minuman hangat. Maka mampirlah kami untuk makan siang sekaligus makan pagi. Harga makanan di menu kedai burger ini tidaklah berbeda jauh dari harga-harga di Indonesia.
Sarang Galloway HQ
Sin Chew Kee St. #4
Selesai makan dan membeli tiket taxi, kami segera menuju Sarang Galloway, sebuah penginapan yang memiliki kamar mulai dari tipe 'kos-kosan' dengan kamar mandi bersama, apartemen sederhana untuk grup / keluarga hingga tipe serviced studio apartemen. Karena baru pertama kali ini ke Kuala Lumpur, kami mencari penginapan berdasarkan survei di internet. Sarang Galloway (SG) kami pilih setelah membaca banyaknya review positif.
Sesuai namanya, Sarang Galloway berada di Jl. Galloway #6, tepatnya di belakang Swiss Hotel. Kami memesan kamar seharga 150 MYR (+ Rp 450rb) permalam. Namun beberapa hari sebelum keberangkatan, kamar tersebut di-upgrade menjadi apartemen studio seharga 250 MYR (+ 750rb), dengan harga tetap. Cihuy banget kan… :)
Pantry di sebelah pintu masuk
Sampai di penginapan, Anita, salah seorang pegawai Sarang Galloway, sudah menunggu dan segera menunjukkan letak penginapan kami. Dan begitu pintu kamar terbuka, my oh my.... Ini benar-benar kamar yang selalu jadi impian saya. Full furnished serviced apartment studio berlantai parquette, lengkap dengan pantry, dan service area.

Kamar ini benar-benar "bersih, kering dan sehat". Sirkulasi udara dalam kamar yang berpendingin ruangan terasa bersih, tidak berdebu dan tidak berbau lembab sama sekali. Demikian pula di kamar mandi, di dinding bagian atas terdapat ventilasi yang memungkinkan uap air dari shower air panas dan segala khas bau kamar mandi keluar.
Tempat tidur berukuran 160 x 160 bertutup bed cover yang dari baunya bisa saya pastikan baru dicuci bersih dan dijemur kering. Kamar juga dilengkapi kamar mandi dalam, mesin cuci dan area menjemur. Anda tidak perlu khawatir dengan pakaian kotor :) sebelum tidur, anda dapat mencucinya dan langsung menggantungnya di tempat menjemur, sehingga keesokan paginya saat anda bangun, voila, pakaian anda sudah kering.
Living Room & Pantry
Selain itu, karena tata letak perabotan dan cahaya sangatlah baik, kamar ini juga terasa sangat nyaman, aman dan ‘hommy’. Tempat tidur terasa bersih, kering dan tak berbau, lemari pakaian juga disediakan, lengkap dengan gantungan bajunya. Di pantry terdapat kitchen cabinet lengkap dengan lemari pendingin. Sementara ruang keluarga dilengkapi televisi set (TV layar datar keluaran terbaru) yang menyediakan kanal-kanal favorit, rak berisi buku-buku dan brosur pariwisata, sofa dan meja teh yang 'cozy'. Tak lupa wireless wifi yang memungkinkan kami tetap dapat terhubung dengan keluarga di rumah secara gratis :)
Television Set Tablet &
Book Shelf






Bedroom behind the Living Room
Separated by Cabinet - Wardrobe
















Anita juga mengingatkan bahwa untuk sarapan sederhana kami dapat memilih nasi lemak (semacam nasi uduk) atau roti. Kopi, teh dan gula sudah disediakan di pantry, sementara teko elektrik dan microwave oven juga siap pakai. Benar - benar penginapan dengan harga hemat tapi berkualitas hebat kaannnnn….. :)
Selesai memberikan “briefing” singkat, Anita mengantar kami ke Sarang Mas, kantor Michael dan Christina. Disana kami mendapat peta dan beberapa informasi menarik tentang Kuala Lumpur, maupun Penang. Christina banyak memberikan tips-tips pada rencana perjalanan kami. Dan dari informasi tersebut, banyak sekali biaya transportasi yang dapat kami hemat.
Seperti sore itu, kami yang tadinya berencana menuju Menara Petronas di KLCC dengan mencoba moda transportasi monorail dari Stasiun Hang Tuah, lanjut ke Masjid Jamek dan Merdeka Square dengan moda transportasi yang sama, segera dikoreksi oleh Christina. Menurutnya akan lebih baik jika kita berjalan kaki menyusuri sepanjang Bukit Bintang ke arah Pavilion (salah satu pusat perbelanjaan megah di wilayah Bukit Bintang). Christina juga menyarankan kita mencoba “chicken rice”, di sebuah tempat makan berukuran sedang, berlokasi kira-kira di pertengahan Bukit Bintang. Dari sana kita disarankan meneruskan perjalanan dengan berjalan sepanjang Pavilion Skybridge menuju ke Aquaria dan KLCC (Menara Petronas). Setelah dari KLCC, baru naik monorail menuju Masjid Jamek dan berkeliling di Merdeka Square.

The Famous Bukit Bintang, Petronas and Suria KLCC, Masjid Jamek dan Jl. Alor
Menuruti saran Christina, kami nikmati sore pertama kami di Kuala Lumpur dengan berjalan kaki, menyusuri Bukit Bintang yang sangat terkenal di dunia pariwisata Kuala Lumpur. Sepanjang jalan mata akan dimanjakan dengan deretan pusat perbelanjaan, aneka toko, restoran, tempat pijat refleksi (yang satu ini saking banyaknya, saya bahkan sempat menghitung ada 3-4 tempat berderetan satu sama lain), hotel dan kafe / tempat nongkrong :) Ya, tempat ini sangat populer di kalangan turis, terutama wanita dan remaja. Kami bahkan sempat mencoba kedai chicken rice yang disarankan Christina, namun bagi kami, rasanya kok agak 'biasa' alias gak istimewa ya :D Setelah mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan menuju Pavilion KL, sebuah pusat perbelanjaan dengan berbagai fasilitas yang cukup mewah. Tidak terlalu menarik perhatian karena Jakarta juga punya (terlalu) banyak mall :D

Salah satu percabangan di skywalk
Namun ada satu hal yang menurut saya istimewa dari Pavilion, yaitu Pavilion Skybridge. Fasilitas 'skywalk' yang baru diresmikan penggunaannya awal tahun 2012 ini memang menjadi sarana yang sangat baik untuk meningkatkan pariwisata, juga sebagai alternatif solusi untuk kemacetan lalu lintas. Fasilitas yang masih menjadi barang langka di Indonesia ini merupakan 'jembatan' yang menghubungkan beberapa tempat strategis (gedung perkantoran, pusat belanja dan beberapa ‘point of interest’) antara Bukit Bintang dan KLCC. Bukan seperti jembatan penyeberangan yang ada di Indonesia, skywalk ini lebih menyerupai garba rata atau 'belalai gajah' di bandara2 canggih dunia.

Berpendingin, aman dan bebas polusi, sangat nyaman
Berstruktur beton dan besi baja dan kaca tebal sepanjang jalan, skywalk ini juga full AC (sumpah ACnya ‘beneran’ dan bukan ‘angin cepoi-cepoi’), bersih dann… bebas pedagang kaki lima, bebas tuna wisma dan semua ini gratisss !! Sungguh fasilitas yang amat sangat memanjakan pejalan kaki. Kendaraan pribadi yang berkeliaran di jalan raya pastilah akan jauh berkurang jika ada skywalk, apalagi jika terintegrasi dengan baik dengan beberapa sarana transportasi umum lainnya. Hmmm…. Kapan ya Indonesia punya ‘kayak bginian’ ??? Jika untuk makan siang bersama rekan kerja, atau menghadiri rapat di kantor klien, anda bisa berjalan kaki dengan nyaman, aman dan tanpa polusi, mobil bisa ditinggal di kantor kan :) hemat, sehat dan ramah lingkungan :)

Taman dengan air mancur sebagai ruang terbuka umum
Di KLCC kami kembali takjub. Bukan..... Bukan dengan Menara Petronas-nya, melainkan dengan adanya taman umum yang lengkap dengan beraneka warna tanaman dan pepohonan, jogging track yang sore itu terlihat penuh oleh para ‘jogging mania’, serta air mancur dan area untuk duduk-duduk dan bersantai, bersama teman atau keluarga dan menghabiskan waktu sepulang kantor. Istimewanya lagi, di sepanjang areal mal dan taman di KLCC, ada jalur khusus untuk mereka yang menggunakan kursi roda. Istilahnya, tempat ini benar-benar ‘handycap people friendly’. Dan dapat dinikmati siapapun secara gratis tis tis tissss…… Benar-benar fasilitas umum yang prima. Luar biasa !!! Kami menikmati senja hari disana hingga menjelang maghrib, dimana kami segera menuju Masjid Jamek (Jami') menggunakan monorail, alat transportasi umum yang sangat cepat, bersih, efektif, efisien dan minim polusi.

Masjid Jamek di malam hari
Masjid Jamek yang terletak di seberang stasiun, tepatnya di Jalan Tun Perak ini merupakan salah satu masjid tertua di Kuala Lumpur, yang dibangun oleh pedagang-pedagang islam dari India pada jaman penjajahan Inggris, dan diresmikan oleh Sultan Selangor pada tahun 1909. Kami mengagumi arsitektur masjid yang bergaya Moor ini dalam keremangan petang hari, dimana siluet masjid terlihat cantik ditingkah cahaya lampu.

Salah satu kedai makanan di Jl. Alor
Menurut rencana, seharusnya kita lanjut jalan-jalan disekitar wilayah Masjid Jamek – Merdeka Square, baru kemudian kembali ke Bukit Bintang menggunakan monorail lagi. Namun ternyata kaki kami belum terbiasa diajak berjalan seharian full seperti hari ini. Walhasil, setelah berkeliling beberapa saat di Masjid Jamek dan sekitarnya, kami kembali ke stasiun dan naik monorail lagi, kembali ke Bukit Bintang.


Final Choice : Thai Food :)
Dari Bukit Bintang, kami berjalan kaki menuju Jl. Alor, yang pada malam hari berubah menjadi food district yang penuh dengan aneka jenis dan rupa makanan. Mulai dari gerai Chinese food, seafood, Thai food, satay, curry, laksa, tom yam, hingga aneka buah potong.
Setelah lelah menolehkan kepala kekiri-kanan jalan mencoba membaca dan memilih makanan, akhirnya malam itu kami mencoba tom yam, ayam pandan dan kwee tiaw. Sempat pesimis dengan porsinya, namun setelah makanan datang, jrueennggg…... Kami malah jadi bingung karena tom yam yang kami pikir biasanya porsinya kecil, ternyata yang datang adalah porsi untuk 4-5 orang. Akhirnya diputuskan membungkus sebagian ayam pandan untuk lauk sarapan nasi lemak besok paginya :p

Menu makan malam pertama kita di KL :D
Sebelum tidur, kami sempatkan untuk mencuci baju-baju kami hari itu dengan mesin cuci di apartemen, dengan harapan keesokan harinya sudah kering dan kami tetap memiliki persediaan baju bersih dalam koper. Mengatur biaya perjalanan boleh ala backpacker, tapi jika memungkinkan, kenapa tidak tetap menikmati liburan dengan gaya ‘koper’, iya gak :D